oleh Rifatuz Zuhro*
Seperti halnya hadis Rasulullah SAW yang sangat familiar di kalangan kaum muslim bahwa Rasulullah SAW bersabda “Senyum kalian bagi saudaranya adalah sedekah,….” (HR Tirmizi dan Abu Dzar).
Allah memberikan kemudahan dan ganjaran yang berkali-kali lipat untuk muslim yang tulus memberikan senyum kepada saudaranya sehingga saudaranya merasa senang. Yang perlu digarisbawahi disini adalah membuat saudara merasa senang, dan nyaman. Namun pertanyaannya, apakah kebutuhan saudara kita hanya sekedar senyuman? Kiranya tidak.
Allah sangat memberikan kemudahan untuk hamba-Nya dalam berbuat kebaikan, semua pintu kebaikan telah ditunjukkan dan dibukakan, tinggal manusia dengan segala daya yang telah diberikan-Nya mau memberikan kebaikan sebesar dan seluas apa. Meski ketika dalam keadaan tidak berdayapun (keadaan sempit) masih bisa memikirkan orang lain atau tidak.
Kita berusaha saja untuk menerka kemurahan, kenapa Allah yang telah mewajibkan Zakat, namun juga menganjurkan (menguji) manusia untuk juga bersedekah?
Pertama, sebagai wujud syukur. Dengan segala nikmat yang telah diberikan Allah untuk hamba-Nya, apakah manusia mampu bersyukur dengan menunaikan zakat dan bersedekah atau tidak sama sekali? Apakah manusia akan lebih takut kehilangan hartanya atau lebih tidak takut mendapatkan murka-Nya? Tentu saja kita tidak harus memposisikan Allah sebagai Tuhan yang Maha Pemaksa, namun ketika kalian merasakan demikianpun, itu sesungguhnya cara Allah untuk menjaga kalian agar tidak terlalu jauh dari-Nya dan lalai dari nikmat-Nya yang ujung-ujungnya akan mendatangkan kerugian dan kegelisahan hidup yang tidak berkesudahan.
Sebagaimana di dalam Al quran:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya Azab-Ku sangat pedih". (QS Ibahim: 7)
Kedua, misi kemanusiaan. Allah menciptakan segala sesuatu dengan kadar yang seimbang. Pun, demikian juga ketika Allah memberikan sebuah perintah dan anjuran pasti ada maksud yang besar di dalamnya. Potensi zakat sangat luar biasa yang bisa dimanfaatkan untuk kesetaraan sosial, pendidikan, ekonomi dan juga kesehatan. Allah menciptakan kaya dan miskin untuk manusia bisa saling mengisi kekosongan dan kesenjangan. Allah menitipkan sebagian rizki manusia di atas sebagian rizki manusia yang lainnya untuk manusia saling berinteraksi dan menghidupkan radar kemanusiaannya supaya memahami hak dan kewajiban sebagai manusia.
Seperti halnya ketika terjadi krisis kemanusiaan pasca bencana di Indonesia seperti Gizi Buruk Asmat, Gempa Lombok, Gempa Sulteng (Palu, Sigi dan Donggala), dan terakhir Tsunami Selat Sunda (Banten dan Lampung), maka dana-dana yang dihimpun melalui dana sosial (zakat dan sedekah) sanggup digunakan untuk mengatasi krisis kemanusian yang terjadi. Hal ini juga yang dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) yang mendayagunakan dana sosial untuk misi kemanusiaan.
Ketiga, keseimbangan ekonomi. Zakat yang bisa menopang pertumbuhan ekonomi lebih terikat dengan haul dan nishab. Dibutuhkan kadar, takaran dan waktu tertentu untuk menunaikannya. Namun, sedekah tidak sama sekali terikat dengan haul dan nishab, jumlahnya bisa sedikit dan banyak, waktunya bisa kapan saja. Sehingga manfaatnya pun bisa lebih kondisional atau lebih tepat waktu ketika dibutuhkan oleh orang yang membutuhkan. Harus diketahui juga, zakat salah adalah tentang kejujuran. Apakah mau jujur atau tidak bahwa di sebagian harta yang dimiliki sebetulnya bukan miliknya.
Seperti yang dilansir nucare.id, dalam kitab Ihya' Ulumuddin dan Anwarul Masalik dijelaskan, jika dalam pembagian zakat tidak bisa merata (ta'mim al-ashnat) kecuali dengan kolektif (jama'ah-musyarakah), maka wajib hukumnya menyalurkan zakat secara kolektif supaya merata. Dalam bahasa lain, jika distribusi zakat dilakukan secara kolektif, maka dampaknya sangat besar, yaitu mampu mengubah kemiskinan menjadi kesejahteraan dan kemajuan masyarakat dan bangsa.
Namun, prinsipnya tidak berarti juga materi itu lebih penting dari pada misi kemanusiaan yang tersirat melalui akhlak (tindakan). Alangkah baiknya materi digunakan sebagai jalan berbuat kebaikan dengan cara yang baik pula. Sedekah rupiah penting, senyum juga penting namun akan lebih pentingnya jika sedekah rupiah yang dibarengi dengan senyuman. Atau jika tidak harus dengan rupiah, sedekah juga bisa dengan dolar.
*Penulis adalah copywriter di PP NU Care-LAZISNU
0 Comments